Gua berharap pagi ini bisa bangun pagi di kota Jogjakarta. Ya mana mungking, gua bahkan gak melakukan perjalanan dari Bandung ke Jogja. So, I stay. Memang gak bangun tidur di tempat biasanya, karena hari ini gua bangun tidur di kamar baru, masih di kosan yang sama sih. Kamar yang sebelumnya menjadi tempat pelarian Puti Fauzya. Setelah kemarin sore, dibantu maksimal oleh Kak Nita, kamar yang dulu dihuni Puti, dengan gaya yang 180 derajat berbeda melalui sentuhan tangan Kak Nita kamar ini nampak lain. Apa yang paling gua suka dari kamar ini? Jendela.
Setelah enam bulan menajdi penghuni kamar dengan jendela tanpa matahari, agak bikin gua stress dan terkungkung. Gimana gak, saat pagi buka mata gua gak bisa lihat cahaya matahari, begitu juga saat sore yang menjadi momen paling favorite, yakni saat matahari mulai bersahabat dengan cahayanya yang orange. Gak ada yang bisa menggantikan kehangatan yang sama seperti saat cahaya orange dari matahari mulai masuk ke dalam retina mata dan pupil mata mulai membesar, indah. Semua jadi nampak berbeda, yang terlihat hanya keindahan. Semua yang ada di bumi, perasaan yang kacau sekalipun menjadi hal yang menyenangkan saat matahari orange menghiasi langit. Mungkin gua belum pernah ke surga, tetapi rasa apa yang benar-benar lebay dan bisa mengungkapkan keindahan, kenyamanan, kedamaian, dan kehangatan yang diciptakan oleh matahari orange adalah, heavenly.
Gue suka matahari, gue suka langit biru, gue suka jendela, dan gue suka Jogjakarta. Pagi ini di kamar baru dengan jendela yang terbuka lebar, gua bisa menyaksikan matahari bersinar yang setiap menitnya semakin terang. Dengan pemandangan dua orang mbak-mbak penjaga kosan tetangga depan yang tengah asik bermain bulu tangkis yang makin salah tingkah karena digodain sama Arif, penjaga kosan gue, pikiran gue terbang sampe pasar Malioboro. Oh ya, sangking salah tingkahnya berkali-kali permainan bulu tangkis ini di delay karena shuttlecock yang terus-terusan nyangkut di genteng dan pohon. Gimana gak salah tingkah kalo penonton cowok macem Arif, yang gua sinyalir punya hubungan asmara dengan salah satu dari pemain bulu tangkis tersebut, nonton pertandingan abal-abal ini sambil ngederin lagu dangdut yang di loudspeaker dari handphone tiga-ratus-ribuan-nya. Entah maksud Arif ini mau sekadar numpang nonton pertandingan olahraga bulu tangkis tingkat Dago Pojok atau malah mau ngajak dangdutan. Tuhkan makin gak profesional aja, mbak-mbaknya jadi main bulu tangkis sambil nyanyi.
Dengan gak bermaksud menjadikan pertandingan bulu tangkis dangdut ini lebih menarik daripada Jogjakarta, gue cuman tergerak aja untuk memberikat live report. Okay, balik lagi ke Jogja. Pagi di Jogjakarta memang gak sesejuk pagi di Bandung. Tetapi hanya dengan beberapa kali kunjungan dengan waktu yang super singkat, gue bisa merasakan kalo Jogjakarta adalah kota yang bisa menyejukan hati. Gue paling suka dengan pemandangan yang penuh kebersahajaan dan kesederhanaan disana. Semua yang gue saksikan adalah sesuatu yang apa adanya. Dan, hal tersebut bikin gue kepengen terus-terusan kembali ke kota khas gudeg tersebut.
Gua sangat berharap, Tuhan mau memberikan gua kesempatan untuk dapat berkunjung lagi ke Jogjakarta dengan bentuk yang lain. Bukan sebagai turis lokal, melainkan sebagai bagian dari Jogja. Karena gue bener-bener ingin menikmati dan berada di antara budaya, kebiasaan, dan gaya hidup yang berbeda. Gue pengen belajar menari jawa, walaupun rasanya umur segini udah terlambat. But, why not? Toh banyak orang asing yang lebih tua dari gue baru mulai belajar kebudayaan Indonesia yakni tari jawa, kenapa gue yang orang Indonesia harus ngerasa telat mempelajari kesenian dan budaya sendiri?
Bukan hanya sekadar belajar menari, walau pada dasarnya gua sangat menikmati hidup di kota besar yang padat, kumuh, dan hectic seolah kota tersebut tidak pernah tertidur, namun dengan belajar melalui Jogja gue berharap bisa belajar tentang hakikatnya manusia dan kehidupan yang gak pernah bisa gua pelajari dari lingkungan yang didominasi oleh bisnis dan hedonisme. Yakni, kerendahan hati dan kesederhanaan.
How happy is the blameless vestal's lot. The world forgetting, by the world forgot. Eternal sunshine of the spotless mind. Each pray'r accepted, and each wish resign'd.
Kalo harus menjawab pertanyaan, "apa film favorite kamu?" Mungkin gua gak akan pernah bisa menjawab dan memutuskan film beruntung mana yang bisa gua masukin ke dalam daftar most fave karena pada dasarnya I do really love movie. Semua film yang gua tonton itu berkesan dengan cerita dan caranya masing-masing. Tetapi kalo pertanyaannya dirubah "apa film drama cengeng favorite kamu?" pastinya gua bakal jawab Eternal Sunshine of The Spotless Mind. Setelah Titanic dan The Notebook, kisah cinta pasangan Joel Barish dan Clementine Kruczynski yang diperanin oleh Jim Carey dan Kate Winslet ini juga gak bisa gak bikin nangis atau minimal bikin ngenes yang nonton.
Pertama kali gua nonton Eternal Sunshine of The Spotless Mind, waktu itu sekitar bulan November 2009. Film ini gua tau dari seorang teman baik, Dityo namanya, yang siang-siang bolong dateng dan ngetok kamar kosan buat ngajak nonton dvd yang ngarannya Eternal Sunshine of The Spotless Mind. Kalo ngeliat bungkusnya sih, apalagi ada nama Jim Carey, gua awalnya mikir kalo ini film kocak. Tapi Dityo bilang jangan nebak-nebak atau ngejudge dulu, silakan saksikan dan pastikan setelah nonton.
Yeay, setelah ditonton setengah perjalanan dari film ini gak ada adegan yang bikin gua ngakak. Curiga, makin ditonton kenapa makin gak enak rasanya di hati. Sampe pada hampir dipenghujung film, meneteslah air mata. Cukup menetes aja, karena gua nonton bareng Dityo jadi agak gengsi kalo mau sesenggukan sementara dia santai gumantai aja, kan malu kalo cengeng sendiran. Walau bikin gua agak curiga juga sih kenapa dia gak nangis, sepertinya sih sebelum nonton sama gua si Dityo ini udah sempet nonton sendiri dan sesenggukan juga. Tapi asli deh, emang harusnya nangis sesenggukan gak peduli lo cewek atau cowok, ini filmnya emang sedih parah.
Karena gua gak mau melewatkan momen-momen cengeng gara-gara nonton film drama yang mana ini bukan drama India, so I went to my twice moment of watching the movie. Tebak. Berhubung gua nonton sendirian di dalam kamar, dan kebetulan saat itu habis putus juga. Jadi, nangisnya total banget! Lega deh, walau faktanya setelah putus sama pacar gua malah gak nangis sama sekali. Tapi gara-gara nonton this sad movie, rasanya lebih enak aja habis nangis. Yeah, gua nangis bukan karena sedih pasca putus tapi gara-gara Jim and Kate, duh.
Ternyata gak cukup sekali dua kali nonton this the most fave sad movie. I went to my third experiences, saat ini momennya gua emang lagi kesepian aja dan tiba-tiba kepengen nangis tapi gak bisa. Jadilah, dengan tatapan nanar ke arah kepingan dvd dengan cover mukanya Jim Carey, gua nonton film ini lagi. Tadinya gua pikir gak akan nangis, karena ceritanya udah ketebak dan setidaknya gua udah ngerti part-part mana yang bakal bikin mewek. Oh crap. Tameng gua gagal, dan kali ini nangisnya gak kalah sesenggukan.
Dan sore ini, entah angin apa yang membawa gua ke film sedih punya Kate Winslet. Mungkin karena abis chat via WhatsApp sama Dityo, jadi tiba-tiba gua keinget sama Eternal Sunshine of The Spotless Mind. Walau bukan yang pertama, kedua, ketiga, atau bahkan keempat (rasanya gua udah nonton lebih dari tujuh kali deh) kalinya nonton, tapi cerita di film ini tetep ngegemesin. Kali ini gua gak nonton sepenuh hati dan gua rasa gak akan nangis (lagi). Salah, jantung gua mulai gemetaran saat Joel masuk ke momori saat Joel dan Clem pertama kali ketemu dah kenalan duduk di pinggir pantai sambil makan ayam goreng. Then, here came my tears while hearing the dialogue:
Clem: This is it, Joel. It's going to be gone soon.
Joel: I Know.
Clem: What do we do?
Joel: Enjoy it.
Berhubung gua udah berkali-kali bilang sebelumnya kalo Eternal Sunshine of he Spotless Mind ini adalah film yang pantes dan juara bikin sesenggukan. Jadi, gak ada salahnya gua ceritain sedikit tentang film ini, supaya yang belum nonton bisa dapet gambaran 'sesedih apa'.
Gak perlu dipertanyakan lagi dong reputasi Jim Carey sebagai aktor, walaupun dia terkenal dengan film-film dengan genre komedi, tapi di film ini dia akting bagus banget buat berperan sebagai Joerl Barish yang karakternya jauh dari kesan konyol. Begitu juga dengan Kate Winslet, si ratu drama satu ini udah gak perlu diragukan lagi kalo harus berperan dalam film drama, bisa dilihat karakter-karakter yang pernah di peranin Kate dalam film Titanic, The Holiday, The Reader. She did great.
Seperti kebanyakan drama. Yes, film science fiction ini merupakan drama romantis yang tema utamanya adalah cinta. Tapi gak jadi cheesy seperti drama kebanyakan karena it's different. Menariknya, alurnya gak dibuat maju terus, tetapi karena dalam film ini diceritakan proses Joel Barish menghapus memori tentang Clementine, jadi plotnya mundur dan buat yang gak konsentrasi nonton bisa-bisa gak ngeh. Walaupun titik beratnya adalah proses penghapusan memori. Tetapi, setiap scene antara Joel dan Clem muncul, dialognya rasanya sweet dan real dan memorable.
Okay, Joel Baris dan Clementine adalah sepasang kekasih yang baru putus. Sama halnya kayak orang-orang dikehidupan nyata, kondisi pasca putus bagi Joel sangat gak mengenakan. Yah, sesuai data empiris fenomena percintaan yang akhir-akhir ini mulai gua teliti kalo proses move on itu, lebih susah daripada ujian masuk universitas Harvard.
Seberapa banyak sih dari kita yang masih mengingat-ngingat mantan? Banyak banget mungkin. Seberapa banyak sih dari kita yang masih ngarep balikan lagi sama mantan? Yep, pasti ada. Ya begitu juga dengan Joel Barish. Pasca putus dengan Clementine, Joel masih ngerasa kalo life changes totally dan rasanya gak salah buat tetep sayang sama Clem. Sampe pada akhirnya Joel memberanikan diri buat menemui Clem di tempat kerjanya tapi yang bikin schock adalah, Clem sama sekali gak ingat sama Joel. Bahkan Clem memperlakukan Joel sebagai orang asing.
Karena merasa gak nyaman dengan tingkah Clem, akhirnya Joel share ke sobatnya, yang juga pasangan, perihal tingkah laku Clem. Dan dari sahabtanya ini, Joel finally know that Clem has erased all memory about Joel Barish melalui agen Lacuna Inc. Esokannya, Joel dateng ke kantor Lacuna Inc dan meminta penjelasan tentang apa yang dialami Clementine.
Dr. Mierzwiak:
Our files are confidential Mr. Barish so we can't show you any evidence. Suffice it to say, Miss Kruczynski was not happy and she wanted to move on. We provide that possibility.
Karena Joel mearasa kecewa dengan Clem yang menghapus segala memori tentang mereka berdua, dan Joel khususnya, maka Joel minta kepada Dokter Mierzwiak dari Lacuna Inc untuk mengahapus memorinya tentang Clementine.
Kemudian, pagi harinya saat Joel bangun tidur dia bener-bener udah gak menemukan sedikitpun ingatan/memori tentang Clementine. Terlebih, ringsek di mobil kesayangannya yang sempet dirusak oleh Clem saat malam mereka pisah, malah dikira rusaknya itu diakibatkan oleh goresan mobil tetangganya.
Hari itu juga, secara impulsif Joel memutuskan bolos kerja dan pergi ke Montauk. Montauk adalah tempat Joel dan Clementine pertama kali ketemu. Tebak, ya namanya juga drama. Ternyata Clem juga lagi di Montauk. Karena mereka gak ada yang inget satu sama lain, jadinya mereka bertingkah sebagai dua orang asing. Kemudian, layaknya orang asing mereka pun saling kenalan dan melakukan pembicaraan basa-basi sampai yang intimacy. Selanjutnya, mending lo tonton sendiri filmnya. Gak akan rugi!
Bayangin, dua orang yang pernah saling jatuh cinta, kemudian saling menghapus memori, lalu jatuh cinta lagi. Romantis ya. Ceritanya orang move on itu memang selalu menyedihkan. Ada yang berjuang move mati-matian, dan ada juga yang pake jalan pintas yakni dengan menghapus memori di otak. Tapi apa yang sebenernya ditunjukin oleh film Eternal Sunshine Of The Spotless Mind? Cinta itu kerasanya di hati, bukan di otak. Seberapapun canggihnya teknologi yang membantu kita buat ngelupain orang yang pernah kita sayang, tapi yang namnya chemistry gak pernah bohong. Hati berkata lain. Ya sama, walau pada kenyataannya gak ada dokter seperti Dr. Mierzwak yang punya peralatan buat menghapus memori, para kekasih juga berjuang move on dengan berbagai cara. Mulai dari membuang barang-barang pemberian sang mantan, menghapus segala jenis komunikasi, pergi ke tempat yang jauh dan penuh dari orang asing supaya gak ketemu lagi sama sesuatu yang berhubungan sama mantan, sampai dengan cara mencari pengganti/rebound atau pacar baru atau mencoba jatuh cinta lagi.
Tetapi, seberapapun usaha yang dilakukan buat move on, sekalipun kita mulai lupa dan gak pernah inget-inget lagi soal mantan. Kalau tiba saatnya secara gak sengaja lo ketemu lagi sama mantan, dan hati lo masih gemeteran. Yes you can't deny, that's called love.
I do really believe in love. Walaupun sebenarnya gua gak pernah tau rasanya cinta, apalagi buat mendeskripsikan bahkan mendefinisikan arti cinta. Karena konteksnya disini sedang membahas cinta between two persons, jadi gua gak perlu bahas makna cinta yang lain yakni cinta kepada orangtua, saudara dan sahabat. Pokoknya, sesuatu yang udah gak mempan untuk dijabarkan pake logika dan rasanya sangat aneh di perut (yes feels like butterflies in stomach), ya itu cinta! Sama halnya dengan apa yang gua percaya kalo cinta itu gak akan pernah habis dan hilang, kecuali karena orang ketiga. That's absolute, cinta bisa rusak dan hilang karena munculnya orang baru. Karena pada dasarnya, cinta itu dibikin cuman buat dua orang, jadi kalau sampe hadir orang lain dalam suatu hubungan, pastikan aja cintanya jadi ilang. Mereka yang pacaran (atau menikah), kemudian putus (atau bercerai) dengan alasan 'udah gak cinta', mungkin pada dasarnya memang mereka gak pernah saling cinta. Dan buat dicermati, kalo cinta itu gak terus-terusan manis dan bentuknya indah. Bahkan sesuatu yang rasanya pahit dan bentuknya menjijikan seperti taik pun, juga bagian dari cinta. Love is simlple, but people make it hard.
Well, kalau ternyata move on gak semudah dan seindah layaknya proses menumbuhkan cinta. Inilah yang gua sebut cinta dalam bentuk yang lain yang rasanya pahit dan kayak taik. Harusnya gak perlu ada yang namanya move on kalau memang itu cinta, tepatnya gak perlu ada yang namanya perpisahan kalau itu cinta. Jadi, kalau kalian pisah dengan pacar dan langsung bisa pacaran dengan yang lain, mungkin yang kemaren bukan cinta. Walaupun, bisa jadi juga sih yang kemaren itu cinta, mengingat banyak banget cinta di dunia. But well, hati orang siapa yang tahu. Sementara buat kalian yang pisah dengan pacar dan susah banget buat move on, apalagi jatuh cinta lagi, well congrats lo adalah pecinta sejati. Tapi mungkin yang kemaren itu bukan cinta sejati lo. Tenggelam dalam kesedihan dan berharap-harap cemas akan kembalinya si cinta yang hilang, gak bikin kondisi lo lebih baik. Gua ulang lagi ya, banyak banget cinta di dunia, so don't get stuck. You deserve the happiness!
Heyeye! Kenapa jadi ngomingin cinta, pep. Barusan, dengan gak bermaksud sok bijak atau menggurui because I'm just sharing the things. Balik lagi, sangking jatuh cintanya gua sama film Eternal Sunshine of The Spotless Mind rasanya gak cukup satu kali nonton walaupun ujungnya nangis melulu. I learn something from the movie, but, don't call me drama.
Blessed are the forgetful, for they get the better even of their blunders.
Feminisme bukanlah istilah yang asing lagi bagi kita. Sebagain besar dari kita sedikit banyak telah memahami term dari feminisme. Paham disini dapat berasal dari pemahaman secara ilmiah atau keilmuan maupun paham secara populer.
Berhubung saya adalah golongan alternatif, maka dari hasil pengamatan saya baik secara ilmiah maupun populer, feminism dimaknai sebagai perjuangan hak-hak dan kewajiban perempuan yang setara dengan laki-laki. Dimana, perempuan dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, perempuan memilki hak yang sama dengan laki-laki dalam ranah public sebagai pekerja yang dapat menjabat posisi yang sama dengan laki-laki, plus perempuan memilki hak untuk ikut berpartisipasi dalam aktivitas politik atau pemerintahan. Keterlibatan perempuan secara politik disini adalah demi mewarnai kebijakan-kebijakan yang selama ini didominasi oleh pemikiran maskulin baik dalam aspek ekonomi, politik, maupun keamanan. Jika membaca buku-buku tentang feminisme, atau menonton film-film yang berkenaan dengan feminism maka disana digambarkan bahwa feminis memandang sinis laki-laki beserta sifat-sifat dan pemikiran-pemikirannya, sehingga gak heran jika feminis anti laki-laki. Hal ini gak jarang memicu opini masyarakat dalam memandang orientasi seks para feminis ini sebagai seorang lesbian, walaupun memang sebagian feminis adalah lesbian. Tapi apakah setiap lesbian itu feminis, dan seorang feminis pasti lesbian? Tidak. Karena Feminisme dan lesbian adalah dua hal yang berbeda.
Sementara itu, sebagai seorang pengamat saya mencoba untuk memberikan sudut pandang saya dalam memaknai feminisme. Feminisme yang saya pahami adalah adanya kebanggan perempuan atas sisi feminitas dan keistimewaan perempuan yang dibawa sejak lahir. Jika pada zaman R.A. Kartini masalah pendidikan dan peran serta perempuan dalam ranah public menjadi isu utama dalam perjuangannya, maka rasanya saat ini hal tersebut dapat saya katakan sudah tidak relevan. Kenapa? Karena sebagain besar perempuan sudah dapat merasakan pendidikan setinggi-tingginya yang mereka mau dan mampu, sekaligus adanya kesempatan bagi perempuan untuk mendapatkan pekerjaan sama seperti laki-laki dan adanya kesempatan bagi para perempuan untuk turut berpartisipasi dalam aktivitas politik dan pemerintahan Negara. Dengan tidak merendahkan kaum perempuan, karena saya juga adalah perempuan, tetapi kebanyakan pemikiran feminism kini hanya terkesan adanya permusuhan pribadi atau sakit hati atau sinisme pribadi pihak perempuan terhadap laki-laki. Jika demikian, saya menganggap kaum feminis tersebut adalah kaum perempuan barisan sakit hati semata. Dan tak jarang, perempuan-perempuan yang menganggap dirinya feminis tidak begitu memahami makna feminism itu sendiri, karena mungkin mereka hanya ikut-ikutan atau ingin mendapatkan kesan “cool” jika dikenal sebagai “cewek yang hidup dengan paham feminis”.
Jika apa yang diperjuangkan para feminis-feminis tersebut adalah untuk menyamaratakan diri dengan laki-laki, pertanyaan terbesar adalah apakah mereka siap untuk menjadi laki-laki? Jika akhirnya kita para perempuan harus menyamai diri dengan laki-laki, lalu bagaimana dengan feminism itu sendiri? Bukankah feminism itu sendiri jika diartikan secara awam adalah sesuatu yang keperempuan-keperempuanan?
Apakah perempuan-perempuan yang mengakunya feminis garis keras ini bersedia untuk mencabut segala keistimewaanya sebagai perempuan jika dunia meng-approve permintaanya untuk disamakan dengan laki-laki? Contoh sepele, suatu saat dengan kondisi badan yang sangat lelah kita tidak mendapatkan bangku kosong saat di bus sementara ada seorang pria muda yang yang segar bugar tengah asik duduk santai sambil mendengarkan music dan tidak tergerak sama sekali untuk menawarkan bangkunya kepada kita? Kenapa pria itu harus memberikan bangkunya kepada kita, bukankah sesuai dengan penekanan yang diberikan para feminis, jika perempuan juga bisa sekuat laki-laki.
Lagi, jika yang dimaksud dengan perjuangan feminism untuk menyamaratakan perempuan dengan laki-laki. Apakah kita sebagai perempuan mau dilibatkan secara langsung dalam kegiatan pengamanan lingkungan rumah yang kerap dikenal dengan ronda malam atau siskamling? Sementara biasanya saat udara malam yang dingin, kita terbiasa untuk tidur dengan nyaman di kasur yang hangat dan tidak perlu merasa was-was karena ada para laki-laki yang sedang bertugas mengamankan wilayah tempat tinggal kita. Apakah kita sebagai perempuan sudah siap untuk keluar dari zona nyaman tersebut?
Andaikan, kita berada di dalam sebuah kapal pesiar mewah yang menyerupai Titanic, atau minimal seperti kapal miliki Italia yang bernasib sama seperti Titanic, Costa Concordia. Dan kapal pesiar yang kita tumpangi dengan sangat tidak beruntung, juga mengalami bencana seperti yang dialami Titanic dan Costa Concordia. Lalu pada aksi penyelamatan, yang biasanya pertama diselamatkan adalah perempuan dan anak-anak, sementara saat ini paham feminism sudah diamini semua pihak, sehingga aksi penyelamatan pertama dan utama tidak lagi mendahulukan perempuan lagi. Dan disana tidak ada lagi laki-laki yang mau mengalah atau mengorbankan keselamtannya untuk mendahulukan perempuan, sehingga laki-laki dan perempuan saling berebut tempat duduk di sekoci.
Harusnya dapat disadari bahwa secara lahiriah dan physically perempuan dan laki-laki dilahirkan dengan perbedaan dan keistimewaan masing-masing. Apa yang dianggap sebagai kelemahan perempuan, secara bersamaan merupakan privilege bagi kaum hawa.
Salah satu kritik, bagi para feminis garis keras yang secara blak-blakan menyatakan ketidakbutuhannya atas keberadaan kaum adam adalah, apakah mereka masih menginginkan anak atau mengapa mereka masih mengingingkan anak? Perempuan diciptakan dengan rahim yang sehat untuk dapat secara produktif bereproduksi. Namun, manusia tidak dapat bereproduksi layaknya cacing yang hermaphrodite atau amoeba yang dengan mudahnya membelah diri kemudian jadilah anak-anak amoeba. Manusia, yakni perempuan yang memiliki rahim membutuhkan penetrasi sperma yang berasal laki-laki. Jadi, kepemilikan anak ini adalah hasil kerjasama antara perempuan dan laki-laki. Jika pada asumsinya bahwa feminis tidak menyukai, bahkan tidak membutuhkan peran-peran yang berasal atau bersifat kelaki-lakian. Maka seks (bagi mereka yang heteroseksual), dan anak (hasil pembuahan sprema di rahim) adalah sesuatu yang haram bagi mereka para feminis. Karena dalam aktivitas seksual, untuk kepuasan biologis vagina membutuhkan penis (yang tentunya adalah property laki-laki), dan apakah dengan kejijik-an-nya terhadap laki-laki, feminis secara sukarela membiarkan rombongan sperma berbondong-bondong masuk dan berenang-renang ditubuh mereka demi berlomba-loma mencapai rahim? Bahkan, baik laki-laki maupun perempuan yang feminis kelas berat sekalipun berasal dari sperma-pemenang yang berhasil membuahi rahim. Paradoks.
Jika untuk menghindari kritik barusan maka para feminis memilih untuk menjadi lesbian, maka satu yang harus diakui bahwa manusia tidak dapat hidup sebatang kara, dan secara biologis para feminis-lesbian tetaplah membutuhkan kepuasaan seksual walaupun kali ini harus berasal dari sesamanya. Kritik saya adalah, jika memang menghindari laki-laki, kenapa dalam hubungan lesbian dikenal dengan butch* dan femme*? Bukankah berarti disana ada pembagian peran, antara yang berperan sebagai perempuan dan ‘laki-laki’.
Sebagai informasi, bahwa sebenarnya fenomena lesbian untuk kebutuhan seksual ini, atau disebut sebagai feminis-lesbian, tidak lahir dari paham feminis. Karena apa yang disebut lesbian oleh para feminis adalah untuk menggambarkan situasi politik, atau disebut lesbianism-politik, yakni penolakan para feminis saat kursi pemerintahan hanya diperuntukan laki-laki.
Mungkin kritik-kritik barusan tidak sepenuhnya tertuju pada kaum feminis dan pemikiran-pemikirannya yang terhormat, namun bagi mereka yang menganggap dirinya sebagai feminis radikal/garis keras/outstanding rasanya ada bagian-bagian yang tidak relevan dan bersifat paradox. Ada baiknya bagi pemain baru yang ingin menjadi bagian dari feminis untuk memahami terlebih dahulu makna dan tujuan dari paham feminism sendiri. Sekadar ikut-ikutan dengan tujuan mendapatkan predikat “cool” rasanya tidak akan menjadi “cool” jika tidak ada pemahamannya di dalamnya.
Secara pribadi, saya akan sangat bangga menjadi bagian dari kaum feminis, dan rasanya setiap perempuan pasti memiliki sisi emansipatorinya masing-masing sehingga every woman is a feminist. Hanya saja saya menjadi feminist dengan situasi I’m a feminist for me, karena paham feminism yang berkembang di dalam naluri dan logika saya adalah bukan lagi kritik-kritik atau perlawanan-perlawanan terhadap sifat dan produk-produk yang dihegemoni oleh laki-laki. Melainkan, adanya kebanggan saya sebagai perempuan untuk mengakui keterbatasan-keterbatasan saya sebagai perempuan, dan melihatnya sebagai sebuah keberuntungan serta hak istimewa yang tidak ada pada laki-laki.
Jika beberapa dari mereka ada yang menekankan bahwa peran perempuan hanyalah pada ranah private yakni kerap disebut dapur, sumur, kasur. Artinya mereka adalah orang-orang yang hidup di jaman pra sejarah. Beruntungnya kita sebagai produk masa kini, bahwa pendidikan dan peran serta perempuan dalam ranah public tidak lagi dibatas-batasi seperti pendahulu kita. Namun yang sangat disayangkan dari kebebasan bersekolah, berpolitik dan berkarir ini telah membawa sebagian perempuan lupa akan kewajiban dasarnya sebagai perempuan yakni untuk tetap berperan besar dalam urusan rumah tangga (yang secara kasar dikenal dengan istilah dapur, sumur, dan kasur). Mungkin inilah yang sering disebut sebagai kesalahpahaman makna feminisme. Dimana perempuan meninggalkan kodrat/tugas utamanya untuk mengejar dunia.
Disamping itu, memang tidak salah juga jika dikatakan bahwa kegiatan rumah tangga atau ranah private ini disebut sebagai produk dari mitos yang disebarkan para maskulin. Namun apa yang salah jika saat ini perempuan sudah secara bebas dapat menyentuh ranah publik layaknya laki-laki? Anggap saja, kegiatan rumah tangga tersebut adalah pembagian tugas private antara perempuan dan laki-laki. Perlu diingat, di dalam ranah private juga ada yang namanya tukang antar-jemput alias supir, tukang potong rumput, tukang cuci mobil, hingga tukang benerin genteng bocor.
Tidak bisa memasak. Tidak bisa menjahit. Tidak bisa mengurus taman. Tidak mampu mengurus rumah. Adalah tagline yang tidak jarang kita dapatkan dari perempuan-perempuan sekarang yang sibuk melakukan kegiatan diluar rumah dengan mengejar karir, pendidikan, atau sibuk bersosialisasi. Sebenarnya bukan tidak bisa, tetapi kebanyakan dari mereka tidak mau melakukan pekerjaan tersebut dan mengalihkan kegiatan-kegiatan tersebut kepada pembantu. Sehingga memasak, mencuci pakaian, menjahit, mengurus taman, dan mengurus rumah identik dengan pekerjaan babu. Ini bukanlah masalah gender, namun mitos dan kesan yang tanpa sadar dibangun sendiri oleh para perempuan untuk merendahkan kaumnya sendiri. Jika hal tersebut adalah kesalahpahaman, jadi mengapa harus malu untuk menjadi ahli masak, ahli menjahit, ahli merajut, ahli menghias taman? Bahkan saat ini banyak mereka yang laki-laki malah bangga menjadi bintang dapur, atau bekennya disebut chef.
Saat ini, jika kita menemukan diantara kita sesama perempuan yang juga berpendidikan tinggi dan berkarir, pandai memasak, lihai dalam megurus rumah dan mencuci pakaian, gemar menjahit dan menghias taman, serta pintar mengurus anak, tak ayal perempuan tersebut mendapat decakan sebagai “perempuan banget”. Dari kacamata saya, perempuan dengan predikat “perempuan banget” tersebut adalah the truly feminist. Karena ditengah-tengah huru-hara perebutan kekuasaan (power) antara maskulin dan feminis di ranah politik/publik, serta kebanyakan kaumnya (perempuan) telah meninggalkan keahlian-keahlian perempuan (memasak, menjahit, etc), sang “perempuan banget” ini tetap berdiri dan bertahan dengan sisi keperempuanannya. Karena apakah pada prakteknya memasak dan menjahit adalah sesuatu yang menghalangi kita sebagai perempuan untuk berkarya, berpendapat, bahkan memimpin dunia?
Dengan tidak menyinggung pihak manapun, ini hanyalah pendapat saya pribadi yang bermunculan setelah mengamati fenomena yang terjadi disekitar saya. Jika, paham feminism hanya dimaknai pada kedudukan perempuan atas laki-laki, atau penguasaan perempuan atas laki-laki, atau power yang dimilki perempuan atas laki-laki, maka tidak ada bedanya dengan aksi balas dendam perempuan atas laki-laki yang pada akhirnya memberikan posisi kepada perempuan yang tadinya dimiliki oleh laki-laki. Simply, perempuan sama dengan laki-laki. Dengan demikian, hilanglah rasa yang istimewa dari seorang perempuan. Lelaki dan perempuan dari akarnya sudah dibuat berbeda, rasanya gak ada gunanya kita mengejar kesetaraan agar dipandang sebagai laki-laki. Apalagi mencanangkan peperangan terhadap laki-laki. Mengingat, perang adalah ide dari para maskulin dan sangat dikutuk oleh para feminis jadi buat apa kita menjalakan ide yang berasal dari maskulin? Bukan person-nya yang patut kita kecam, melainkan ideas dan kebijakan-kebijakan para maskulinlah yang sebaiknya kita imbangi dan bukan dengan cara ‘perang’. Mars and venus are born to be different, but they need each other to survive.
Well, yang menjadi akar masalah antara perempuan dan laki-laki adalah bahwa tidak ada diantara mereka yang mau berada dibawah kekuasan yang lain. Bukanlah hal yang mudah bagi para perempuan untuk memutar keadaan tatanan dunia yang sudah terlanjur berjalan dengan dominasi maskulin, namun juga bukan hal yang tidak mungkin untuk merubahnya. Dengan tanpa meninggalkan sebuah rasa sebagai perempuan yang bangga atas setiap detail-detail keperempuanannya, dengan cara kita sendiri yang sangat membedakan diri kita dari laki-laki, kita dapat memimpin dunia dengan cara yang sangat perempuan. Bahkan, seorang laki-laki pun dilahirkan oleh seorang perempuan. Don't mind about power. Who’s the boss of the boss, then?
Words of fame:
*Butch adalah sebutan bagi kaum perempuan yang berperang sebagai ‘laki-laki’ dalam hubungan seksual lesbian, sedangkan *femme adalah sebutan bagi pasangannya yang berperan sebagai perempuan.
Sebenarnya gua bingung, blog ini mau dibawa kemana. Mau diisi apa. Rasanya kok cheesy banget kalo isinya hanya tentang keseharian gua dan curahan hati yang ewhness. Perlu diketahui sebelumnya kalo blog ini gue buat untuk menunjang karir gua ke depan (sementara karir apa itu, gua rahasiain dulu). Dari awal gua registrasi, sampai saat ini gua aktif terus nulis di blog, ide itu belum muncul-muncul juga. Dan ini bukan blog yang pertama, gua sempet punya beberapa account yang pada akhirnya terbengkalai tak berisi postingan apapun. Writing something private even better for me that day.
Sebenarnya gak sulit mau nulis tentang apapun di blog pribadi, berhubung ketertarikan gua terhadap sesuatu gak sedikit. Ya, gua bisa nulis tentang musik, buku, poli(shit)tic, fenomena yang happening di masyarakat, travelling experiences, jokes, etc. But, not that easy... Selama ini gua berusaha menulis dan menganalisis sesuatu yang serius namun selalu gagal di tengah jalan. Mungkin bukan takdir gua untuk menulis sesuatu yang berat, serius, yang mengerahkan 100% kerja otak. Tapi, ah masa? Tuhkan, curhat lagi.
Yah well, gua terpikir untuk melalukan duet. Yes, duet or featuring. Memangnya cuman Mas Anang sama Syahrini aja yang bisa duet. Ah. Tentunya duet ini bakal gue lakukan sama seseorang yang punya antusiasme sama dunia menulis dan media, berpengetahuan luas, suka jalan-jalan, impulsif, gemar mengamati, dan setidaknya punya visi yang sama seperti yang gue punya. Tujuannya adalah supaya blog ini bisa agak terarah dan berbobot isinya. Walaupun nulis di blog gak menghasilkan rupiah, dan gak jauh bedanya sama nulis di buku harian. But it's fun actually.
Tetapi cari pasangan buat bikin postingan di blog ini gak harus. Karena tanpa parter pun gua bisa tetap ngeblog sesuka hati. Hanya kadang suka seret idea.
Jangankan untuk sebuah blog. Dari dulu gua bermimipi buat nulis sebuah buku berdua sama orang. Kenapa harus berdua coba? Entah. Lucu aja kali ya punya karya kenang-kenangan hasil berkhayal dan mikir bareng, dan bakal gua paksain banget buku itu harus di tulis di Italia. Kenapa Italia? Entah juga. Mungkin karena di Italia, kota-kotanya menunjang buat memanjakan diri jadi bawaanya damai, so ideas bermunculan gak berenti-berenti. Nah, gak nyangka kan ternyata gua romantis juga?!
Buat dapet partner nulis ini, gak akan gua paksain cari-cari wara-wiri kesana kemari. Bahkan sederet nama dari teman-teman disekeliling gua pun gak gua coba raba-raba. Kalau memang saatnya, it'll come. Lagian ya, gua udah sengaja banget gitu posting-in dan promo-in niat gua, dan bagi siapa aja yang berminat, just tell me that you do.
Ternyata fluktuatif gak hanya terjadi terhadap grafik di money market atau pasar saham. Perasaan orang juga punya kecenderungan naik dan turun moodnya. Kalo sekarang sih beken disebut dengan labil. Sebenernya wajar aja, karena memang alamiahnya ada rasa sedih yang bikin mood turun, ada rasa bahagia yang bisa ningkatin mood, dan ada rasa depresi yang bikin manusia pengen bunuh diri.
Ngomong-ngomong tentang rasa sedih, emang dasar tren entah salah entah bener tapi asal dikata gaul pokoknya diikutin aja, sekarang ini lagi booming banget pemakaian kata GALAU untuk mengekspresikan perasaan sedih.
Padahal, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata galau adalah sibuk beramai-ramai, ramai sekali, kacau tidak keruan. Nah, kalo diresap-resapi arti-arti tersebut, mana yang menyatakan perasaaan sedih atau mendekati makna sedih? Mungkin gak ada yang eksplisit menayatakan galau sama dengan sedih, dan untuk "kacau tidak keruan" adalah makna yang lebih menggambarkan pada situasi bukannya perasaan. Jadi, kalau memang sedih pasca putus sama pacar karena diselingkuhin, cukup aja katakan sedih, atau ngenes (haha).
Selain menagalami salah paham dengan kata sedih, galau juga kerap digunakan untuk mengekspresikan kondisi dilema. Pada tau kan dilema itu apa? Ya. Bingung saat dihadapkan pada pilihan. Kalo memang bingung mau pilih makan siomay ataukan batagaor, kenapa harus dikatakan sebagai galau? Kenapa gak bilang aja, dilema.
Menurut pengamatan gua selama ini di social media such as twitter and facebook, kata galau gak cuman dipake sebatas menggambarkan persaan sedih dan dilema saja, tapi juga digunakan buat mereka yang lagi lapar, ngantuk, gak punya duit, gak ada inspirasi buat ngetik skripsi, gak punya kerjaan (alias pengangguran), penderita insomnia alias susah tidur, sekaligus dipake buat mereka yang lagi kesepian karena gak juga punya-punya pacar.
Jika kata galau bisa dipake untuk menggambarkan segala kondisi, lama-lama di dunia ini cuman ada satu kata untuk berkomunikasi, yakni GALAU. Well barb, mulai dari sekarang kalo sedih ya bilang sedih, laper bilang laper, ngantuk bilang ngantuk, bosen bilang bosen, dilema bilang dilema, kesepian bilang kesepian, dan gunakan kata galau untuk situasi yang pas dengan maknanya. Tanpa terus-terusan memakai kata galau, lo tetep gaul kok. Anyways barb, bergalau yuk ngopi di cafe sebelah.
Gua mulai dari saat gua keluar gerbang kosan Nana. Waktu udah menunjukan pukul 10.40 malam, makanya gua buru-buru pamit supaya gak makin kemaleman dan selamat sampe kosan sendiri. Ceritanya kan gua parno karena belakangan ini lagi santer banget berita soal pemerkosaan di angkot (gak elite banget), dan kebetulan saat tadi ngobrol sama Nana, kita agak ngebahas soal tindak kriminalitas disekitar daerah kosan sebut aja kasus "remas tetek/pantat" yang kerap dilakukan oleh oknum-oknum yang kekurangan moral, yang biasanya dilakukan oleh pengendara motor dengan tujuan agar bisa langsung kabur, mungkin. Berhubung gini-gini gua juga cewek, wajar kalo jadi jiper pulang malem sendirian.
Jalan dari kosan Nana menuju jalan raya tempat angkot-angkot lewat gak terlampau jauh dan untungnya kawasannya ramai dan banyak satpam, jadi gua agak santai. Sambil santai-santai gitu, tiba-tiba gua kepikiran "aneh juga ya rasanya, gak ada yang khawatir kalo aku pulang semalem ini, sendirian pula. Kalo aku kenapa-kenapa gimana..." ceritanya lagi haus perhatian, walaupun tanpa mikir kayak gitu pasti ada yang tingkat khawatirnya super kalo mereka tau gua masih keluyuran di jam-jam hampir tengah malem, yakni orangtua. Kalo gitu gua berharap mereka gak pernah tau deh, soalnya ribet kalo udah bikin orangtua khawatir.
Disamping pikiran "kok gak ada yang mengkhawatirkan aku", gua juga kepikiran "asyik juga ya gak ada yang cerewet, mau gua main kemana kek, sama siapa kek, sampe jam berapa kek. Suka-suka gua..." Dari dua pemikiran yang gak penting begitu aja, gua jadi sadar kalo ternyata gua sering gak konsisten sama mau sendiri.
Simple, mau gua sebenernya simple aja. Supaya gak ada yang cerewet kalo gua pulang malem, dan gak perlu ada yang lebaytun khawatirnya kalo gua pulang malem seorang diri, gua sih maunya dianter dan dijemput ke mana pun gua pergi. Itu aja. Simple.
Fenomena nonton konser khususnya yang dihajat oleh artis luar negeri ini sangat menarik untuk dibahas. Fenomena ini bukan hal yang baru terjadi di Indonesia, namun sejak mudahnya para pendengar musik untuk mengakses lagu-lagu dari para penyanyi favorit mereka, sebut aja download, maka penyanyi-penyanyi ini pun makin giat mengadakan konser. Dengan perhitungan, pemasukan dari konser dapat menggantikan kekurangan dari sedikitnya hasil penjualan album atau CD. Masuk akal.
Yang gak masuk akal adalah, para fans yang mati-matian ngebela-belain nonton konser. Sebenernya apa sih yang jadi esensi dari nonton konser? "ingin mengenal lebih dekat penyanyi favorit gue" Yakin, dengan nonton konser lo bakal lebih kenal dengan idola lo? Memangnya kalian sempet ngobrol? "pengen liat mereka lebih dekat aja" Sedekat apa, kalo idola lo ada dipangggung sementara lo nonton dari jarak beberapa meter dari panggung. Apa bedanya sama nonton di tv dengan jarak satu jengkal tangan, malah lebih dekat saat lo melototin tv, bukan.
Masing-masing orang tentunya punya alasan yang menguatkan kegiatan mereka untuk nonton dari konser ke konser. Hanya dari fenomena ini, makin keliatan budaya "heboh" nya orang Indonesia. Disamping itu, dengan tiket konser yang gak bisa dibilang murah, gak sedikit lho penduduk Indonesia yang mampu membeli tiket masuk konser tersebut. Ini berarti, masyarakat Indonesia banyak yang mampu alias kaya, jadi kenapa kita masih disebut negara dunia ketiga?
Negara dunia ketiga, dalam analisis gua bukanlah negara miskin. Baik, miskin secara sumber daya negaranya maupun miskin dari penduduknya. Melainkan, negara dunia ketiga adalah negara yang bisa dijadiin pasar untuk para penjual ini bisa meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Dari sekian banyak liputan tentang konser artis luar negeri, kebanyakan, bahkan hampir semua diberitakan ramai pengunjung dan sukses terselanggara dengan antusiame penonton Indonesia yang bikin si artis terkejut-kejut happy. Gimana gak terkejut happy kalo tiket konser mereka mencapai titik sold out.
Jangankan fenomena nonton konser artis luar negeri, dimana bayar tiket more than five hundred rupiahs cuman untuk dua jam senang-senang sama artis idola, Indonesia juga terbilang cepet lho ngikutin tren penggunaan blackberry (yang gak murah juga harganya) dan barang-barang high end lainnya (tas, sepatu, baju). Jadi masyarakat Indonesia ini miskin kalo dipandang dari sisi sebelah mana? Yang bener, kita ini udah terlanjur percaya dengan doktrin yang disebarkan oleh mereka-mereka yang punya power sebagai negara miskin. Jangan mau percaya, karena yang bener adalah Indonesia merupakan negara pasar. Negara pasar dengan konsumen terbesar. Bisa dibilang demikian karena masyarakat Indonesia memilki budaya konsumerisme dan kepribadian yang heboh super gede. Gua gak mau bilang kalo orang-orang Indonesia ini bodoh... Karena pada dasarnya orang Indonesia memang senang memanjakan diri dan bersenang-senang.
Sebenernya gak ada yang salah sih dengan nonton konser. Bahkan gua sendiri, demen banget dateng ke konser-konser, biasanya yang harganya murah dan artisnya keroyokan, terlebih yang tiket masuknya cuman 20.000 rupiah dan biasanya acaranya diselanggarain sama anak-anak SMA atau bekennya disebut pensi, yang artis oengisinya juga paling banter adalah artis beken ibukota yang baru naik daun. Karena dari nonton konser yang gua suka adalah euforia nya.
Sementara, untuk harga tiket konser yang harganya hampir mencapai nilai jutaan atau bahkan sampai ke angka jutaan rupiah lebih, rasanya memang pantes buat mereka para musisi legendaris yang karir dan karyanya udah lalu lalang di duina musik more than much much years years. Dan gua gak habis pikir, untuk penyanyi pop sekaliber Katy Perry (atau Justin Bieber, atau siapapun yang baru punya satu album) yang lagunya baru beberapa yang bisa dibilang hits, dibela-belain mati-matian sampe nabung nahan-nahan gak jajan bakso demi bisa beli tiket dan ngeliat aksi mereka di konser. Yang gak masuk akal lagi, harga tiket mereka lebih dari lima ratus ribu rupiah. Dan sebagai informasi, dalam sebulan bisa lebih dari lima musisi luar negeri lho yang ngadain konser musik di Indonesia. Bisa dihitung sendiri berapa duit yang bakal jadi sia-sia kalo ceroboh asal beli tiket.
Gak salah kok ngeluarin duit pribadi berapapun itu demi kesenangan pribadi, hanya kalo kita mau agak mikir dan pinter sedikit, mendingan diliat-liat lagi siapa artisnya/penynyinya/musisinya. Pantes atau gak buat kita negbuang duit dengan jumlah yang gak sedikit untuk musisi yang baru ngetren, bahkan lagunya baru sedikit yang lo rasa oke. Kalo sekelas David Foster, yang konsernya biasanya diadain di hotel mewah, gua ras memang pantes dan istimewa kalo harga tiket yang paling murah dipatok harga dua juta rupiah. Masalahnya, dia bisa jadi mahal juga karena dulu dia sempet murah. Dan musiknya udah diakui hits and legend.
Balik lagi, ini hanya sedikit pendapat gua tentang fenomena nonton konser yang dilakukan oleh banyak orang Indonesia (termasuk gua, mungkin) tanpa pandang bulu. Asal itu konser artis luar negeri, walau cuma hapal sebiji dua biji lagunya, karena temen-temen gua nonton jadi gua harus ikutan nonton biar dikata gaul masa kini, gua pikir hal-hal tersebut bukanlah alasan yang bijak buat kita ngeluarin uang yang gak sedikit apalagi kalo itu masih uang dari orangtua.
Seandaingnya Bang Benjamin Sueb masih hidup, mungkin orang-orang lebih milih buat nonton ondel-ondel (krik... krik... krik...).
Udah pada tau novel Negeri 5 Menara? Atau ada yang udah beres baca sampe ke sekuelnya yakni Ranah 3 Warna? Buku tersebut merupakan novel trilogi, ada yang bilang semacem trilogi novel Laskar Pelangi. Gak hanya trilogi nya aja yang sama, tetapi kisah yang diangkat juga serupa. Intinya menceritakan mimpi dan pencapaian. Nah buat yang suka dengan kisah-kisah motivational, novel yang ini wajib dibaca. Secara pribadi, gua tertarik buat baca (walaupun sampai ini belum sempet baca) karena sang penulis yakni A. Fuadi berusaha menceritakan bagaimana kisah hidupnya sebagai peraih Delapan buah Beasiswa Luar Negeri dan kisahnya selama di Kanada. Well, gua selalu tertarik dengan Kanada. Dan, Kanada still on my first list to get my very next study level, yang tentunya dengan memanfaatkan beasiswa. Berhubung selama ini kabar mengenai beasiswa luar negeri yang beredar di pasaran cukup bikin jiper*, rasanya gak salah kalo diimbangi dengan cerita positif untuk mengembalikan kepercayaan diri dan makin membulatkan tekad kita-yang berminat sekolah ke luar negeri dengan beasiswa tentunya.
Hal menarik yang perlu kita pelajari dari pengalaman-pengalaman A. Fuadi sebagai peraih beasiswa luar negeri adalah, cara mendapatkan kesempatan dan menggoalkannya. Mungkin gak sedikit dari kita yang pengen melanjutkan sekolah atau kuliah di luar negeri, tetapi gak banyak juga yang gigih memperjuangkan hal tersebut. Nah, supaya semangat kita yang punya niat melanjutkan pendidikan ke luar negeri gak gampang surut, berikut adalah tips-tips yang diberikan A. Fuadi berkenaan cara mendapatkan beasiswa yang tentunya datang dari pengalaman pribadi sang penulis.
1.Harus ada niat dan keinginan yang besar dan sangat kuat untuk dapat beasiswa. Karena untuk dapat satu adalah perjuangan yang penuh kompetisi.
2.Tapi ketahuilah banyak beasiswa tersedia di mana-mana dalam berbagai bentuk, durasi dan penerima. Kadang beasiswa ini kurang publikasi.
3.Karena kurang publikasi, tugas kita untuk heboh mencari. Dulu saya suka keluyuran ke banyak pameran pendidikan, kantor-kantor untuk nanya-nanya.
4.Jadi step penting adalah niat kuat sehingga siap heboh mencari info ke mana-mana. Beasiswa itu banyak kok.
5.Sekarang heboh cari info itu gampang. Search di google. Gabung dengan milis Beasiswa atau Facebook beasiswa. Dulu saya ga ada internet. KLIK "READ MORE" untuk tips no 11 sampai 56.
6.Sampe di sini saya mau bilang, beasiswa tidak datang sendiri, tapi harus dicari dengan segenap usaha. Harus Man Jadda Wajada.
7.Beasiswa yang saya bahas adalah yang ada hubungannya dengan luar negeri. Karena saya gak pernah dapat dari dalam negeri.
8.Menurut saya dapat beasiswa itu lebih karena faktor sungguh-sungguh. Bukan karena pinter. Bannyak yang pinter ga dapat.
9.Biasanya kalau sudah sungguh-sungguh cari info, dalam 6-8 bulan kita sudah dapat calon-calon beasiswa yang bisa kita lamar.
10.Sumber beasiswa yang bonafid itu antara lain Fulbright ke US, Chevening ke UK, Manbusho ke Jepang dan ADS ke Australia. Selain itu banyak yang lain.
11.Setiap beasiswa punya syarat beda-beda. Tapi stepnya hampir sama: kirim aplikasi, seleksi tulis, dan wawancara. Kalau lolos, terbang deh:)
12.Ok, anggap sekarang sudah dapat info lengkap. Langkah pertama adalah mengisi aplikasi dan melengkapi surat-surat yang dibutuhkan.
13.Ingat 1 beasiswa itu diperebutkan banyak orang. Seperti Fulbright, 1 kursi diperebutkan sampe ribuan orang.
14.Seleksi awal via aplikasi. Karena kompetisi ketat, tulis aplikasi dengan sebaik mungkin. Ribuan aplikasi dan hanya yang istimewa yang get noticed.
15.Saya perlu sampe berminggu-minggu hanya untuk ngisi 2 halaman aplikasi. Pastikan samauanya error free dan kuat. Ini satu-satunya kesempatan kita to impress.
16.Syarat umur, IPK, nilai Toefl dll beda-beda setiap beasiswa, jadi silakan cek ke pemberi beasiswa masing-masing.
17.Kalau aplikasi beasiswa sudah dikirim, sila mulai cari sekolah & surat-suratan sama universitas. Jadi ada 2 aplikasi: beasiswa dan aplikasi ke sekolah.
18.Kalau aplikasi layak, akan dipanggil untuk tes tulis n wawancara. Kalo Chevening ada tes tulis dan bahas, kalo Fulbright langsung ke wawancara.
19.Tes tulis Chevening sistem gugur. Yang gak lulus tes 1 gak bisa ikut tes ke 2. Yang lulus akan dipanggil untuk wawancara.
20.Sebelum wawancara, berlatih jawab pertanyaan-pertanyaan, baca dan denger segala sesuatu dalam b. inggris beberapa hari sebelum wawancara akan bantu. Tidur cukup dan relax.
21.Begitu dipanggil masuk ruang wawancara, relax. Anggap pewawancara itu teman yang mau denger cerita kita. Be honest. Show your passion.
22.Jadi ada 2 kesempatan jual diri. Dalam aplikasi dan di saat wawancara. Di 2 kesempatan itu; jujur, semangat, pede, dan ceritakan semua kelebihan kita.
23.Tiap beasiswa beda, tapi umumnya mencover tuition, biaya hidup, tiket PP, biaya tes Toefl dan kursus bahasa. Suami/istri tidak selalu di-cover.
24.Ada besiswa yang baik yang sampai men-cover beli laptop, biaya riset tesis, suami/istri. Sila cek setiap dengan pemberi beasiswa untuk detil.
25.Ok, udah dapat beasiswa lalu gimana? Harus ada sekolah yang sudah nerima kita, baru bisa berangkat. Kalo belum ada, ya terpaksa nunggu dulu.
26.Udah dapat beasiswa dan dapat sekolah, tapi beasiswa tidak cukup bayar SPP gimana? Harus cari beasiswa tambahan atau uang sendiri.
27.Kalau sudah dapat beasiswa dari yang bonafid, mencari tambahan lebih mudah. bisa ke korporat, yayasan, dan bahkan ke kampus yang akan terima kita.
28.Kampus US & UK punya bwragam beasiswa tambahan. Ada yang khusus untuk perempuan, untuk orang asia, untuk orang cacat, untuk negara ketiga dll.
29.Cari satu beasiswa utama dulu, kalo gak cukup, banyak kesempatan dapat beasiswa tambahan. Cek Ford Foundation salah satu yang bisa kasih.
30.Umumnya kesempatan beasiswa itu buat yang sudah punya pengalaman kerja. PNS, perempuan, wartawan, NGO, dari Indonesia Timur peluang bisa lebih besar.
31.Beasiswa yang saya bicarakan beragam: ada yang pendek 3-9 bulan, biasanya fellowship/exchange program, ada yang untuk S1, ada S2, dan ada S3.
32.Bagusnya beasiswa besar, ada kontrak bhw penerima balik lg ke Indonesia beberapa tahun, biar gak brain drain.
33.Ada beasiswa dari korporat yang malah mewajibkan penerimanya kerja di perusahaannya, seperti di Singapore. Di US setamat kuliah boleh kerja 18 bulan.
34.Nah bagi yang belum tamat kuliah gimana? Ada kok kesempatan dapat beasiswa singkat. Saya dapat 2 beasiswa singkat sebelum lulus S1.
35.Semester 6 saya dapat exchange program ke kanada & semester 9 saya dapat fellowship ke NUS Singapore. Durasinya 6-9 bulan. Jadi jangan nunggu lulus!
36.Buat karyawan banyk shortcourse untuk profesional. Saya pernah dapat fellowship di Uni Maryland. Sekelas sama pemenang pulitzer. Jadi kapan saja bisa.
37.Jadi definis beasiswa yang saya bahas adalah segala kegiatan belajar kita di luar negeri yang dibayarin orang lain. Gratis. Tidak harus untuk dapat gelar.
38.Ada beasiswa yang hanya buat orang yang belum pernah sekolah di LN. Tapi ada juga yang MALAH percaya dan ngasih ke orang yang pernah dapat beasiswa juga.
39.Untuk info terbaru berbagai beasiswa harus rajin nyari-nyari, tapi bisa juga join di FB, ada akun beasiswa, juga di grup “beasiswa” di yahoogroups.
40.Bagi yang masih kuliah, usahakan IPKnya lumayan bagus, karena ada beasiswa S2 dan S3 yang mematok IPK minimal. sekitar 3.00 cukup aman.
41.Jadi dapat beasiswa itu kombinasi niat kuat+usaha di atas rata-rata untuk nyari+riset dan persiapan+honest+passionate+jangan lupa DOA dan IKHLAS.
42.Buat aktifis kampus, Dikti punya program exchange ke Cina, Aussi dan Belanda. Sila kontak rektorat ato Dikti.
43.Buat karyawan perusahaan besar, lihat website company, kadang-kadang ada program fellowship untuk pindah ke kantor di LN beberapa bulan.
44.Saya pernah jadi pewawancara. Kami suka yang jujur, artikulatif dan punya tekad besar. Tidak suka sama yang sombong, malas-malasan, dan lebai.
45.Supaya ga grogi waktu wawancara, Jangan terburu-buru, pikir dulu baru jawab. Sebaiknya ada eye contact dengan pewawancara. Show ur spirit!
46.Sebagai pewawancara yang kami cari adalah orang yang bertekad besar untuk menggunakan beasiswa sebaik-baiknya dan apa dia punya mampu untuk itu.
47.Sebagai pewawancara yang kami cari adalah apa orang ini bisa membawa manfaat buat hubungan kedua negara dalam arti luas.
48.Sebagai pewawancara yang kami suka orang yang telah riset dan do their homework tentang beasiswa, bidang studi dan negara yang dituju.
49.Saya suka bawa kliping tulisan atau karya lain saya ke ruang wawancara. Perlihatkan ke pewawancara. Seeing is believing.
50.Waktu wawancara terbatas, ceritakan semua strenght kita, pilih kata-kata lugas dan to the point. Tapi jangan menyombong. Rehearse di rumah.
51.Ketika pewawancara rapat, every little effort peserta dipertimbangkan. Jadi usahalah di atas rata2, Go the extra miles, jangan lupa DOA.
52.Skill Inggris diukur dengan Toefl atau Ielts. Skornya tergantung pemberi beasiswa, universitas dan studi. Toefl berkisar 550 sd 600.
53.Enaknya dapat Chevening, ADS dan beberapa yang lain, penerima dapat free kursus Inggris sebelm kuliah. Kualitasnya bagus dan jadi banyak teman.
54.Penerma beasiswa bonafid dihargai di kampus dan tempat kerja. Universitas dapat kredit kalau nerima Fulbright atau Chevening recipients.
55.Gagal 1-2 kali jangan berhenti. Anggap aja latihan. Persaingan ketat. Coba lagi. Worth it kok ngulang berkali-kali. Man sabara zafira.
56.Seperti hal lain saya percaya dapat beasiswa adalah kombinasi niat kuat+usaha di atas rata2+doa+ikhlas. Everything is possible.
Setelah menyimak, membaca, dan mendalami ke lima puluh enam tips tersebut. Nampaknya proses mendapatkan beasiswa luar negeri gak seserem yang dibayangin. Hanya, udah kerasa ribetnya. Keep remembering man jadda wajada* danman shabara zhafira*. Well, best luck.
Words For Fun:
*jiper: adalah kata yang digunakan sebagai bahasa pergaulan yang digunakan untuk menggambarkan perasaan takut bercampur minder. Tingkat selanjutnya bagi orang-orang yang mengalami kondisi jiper adalah kicep*.
*kicep: merupakan ungkapan untuk menggambarkan kondisi dimana seseorang tidak mampu berkata-kata atau bertindak dalam rangka melakukan perlawanan karena kondisi less power (kalah), schock berat, atau bahkan malas berdebat. Bagi mereka yang so English, penggunaan kata kicepini gak jarang disamakan dengan kata speechless, namun bagi penulis sendiri dua kata tersebut memiliki fungsi yang berbeda karena konotasi dari kata speechlessmenggambarkan sesuatu yang lebih positif sementara kicepmengarah pada fungsi yang negatif.
*man jadda wajada: sebuah pepatah Arab yang berarti siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses.
*man shabara zhafira: pepatah Arab yang berarti siapa yang bersabar akan beruntung.
Setelah menjadi mahasiswa tingkat akhir, menjalankan gaya hidup hemat adalah wajib. Tadinya, walaupun menjadi anak kosan. Gua paling anti sama yang namanya hidup susah dan serba hemat. Apalagi didukung dengan kondisi gua sebagai pemakan segala yang hobi jajan sana sini. Selain Super Irit, satu lagi ciri kepribadian anak kosan yang paling menonjol adalah Ogah Rugi. Contohnya, kalo beli makan di warung tegal atau rumah makan padang atau rumah makan sejenis pokoknya prasmanan, session paling asik adalah saat ngambil nasi. Sangking asiknya, yang tadinya punya kebiasaan makan ala model Victoria Secret dalam sekejap berubah menjadi style makan abang-abang tukang becak. Berhubung harga nasi satu centong sama murahnya dengan harga nasi satu gunung, maka kebanyakan anak kosan menerapkan pola makan Banyakin Nasinya Sampe Tumpah Dari Piring. Makanya jangan heran kalo anak kosan gak begitu kreatif kalo urusan garnish, karena selama ngekos mereka cuman diajarkan satu cara ngehias piring makan, yakni gaya Nasi Tumpeng Mini Di Piringku.
Setelah nasi, kita beranjak ke lauk-pauk. Kebanyakan anak kosan, yang mana untuk kepentingan research adalah teman-teman gua sendiri biar hemat dana penelitian, mengatakan bahwa "Gua, kalo makan cuman sama tahu dan tempe, belom makan namanya. Paling nggak harus ada ayam atau ikan" barusan adalah pendapat Hafsa, mahasiswi Manajemen Unpad yang punya bisnis jualan Keripik Tapioka Good Moring, kalo mau pesen boleh lewat gua, soalnya kamarnya dia sebelahan sama kamar gua. Sementara Andris yang baru aja jadi sarjana Hubungan Internasional Unpad punya respon yang super 'pengertian' saat ngeliat secara live apa yang ada di piring gua "Lo yakin cuman makan itu?" sambil menatap nanar dua potong tempe dan satu tahu yang semuanya di goreng, "Pesen lagi gih, ayam atau telor. Gua bayarin." Sontak gua dan temen-temen yang lain yang tengah asik menyantap apa yang ada di piring masing-masing di sebuah rumah makan pecel Surabaya favorite kami jadi tersentuh layaknya lagi nonton drama reality show Bedah Rumah. "Soalnya gua pernah ngerasain nih yang begini, punya duit pas-pasan jadi makan yang seadanya aja." Seandainya aja kemaren gua bisa mesen Pizza, sayangnya kita makan di Warung Pecel Lele Surabaya.
Yang menjadi alasan utama gua makan hanya dengan nasi berlauk tahu dan tempe saat itu adalah karena gua bosen makan daging dan telur. Ditambah, gua mencoba untuk mulai diet golongan darah, yang mana menurut diet golongan darah, dengan jenis darah punya gua sebaiknya menghindari daging ayam dan daging lain. Buat yang penasaran coba cari sendiri soal Diet Golongan Darah. ini, walaupun ada sebagain yang menyatakan diet jenis ini kurang efektif dan berdasarkan mitos. Balik lagi, berhubung kemaren acara makannya di Warung Pecel Surabaya, ditambah karena gua bosen makan yang namanya daging ayam dan telur dan berhubung gua anti banget sama lele goreng apalagi lele mentah, gua merasa cukup banget makan nasi ditemani tahu, tempe, lalap, dan sambal.
Ngomong-ngomong, sebenarnya apa yang aneh dengan pola makan nasi, tahu, tempe, dan sayur bagi anak kosan? Memang sih, kalo sesama anak kosan ngeliat temannya makan tanpa sentuhan daging atau ikan, judgement yang muncul adalah "nih anak lagi ngirit" atau "udah gak punya duit buat makan enak kali dia". Sementara buat yang gak biasa makan hanya dengan nasi, sayur, tahu dan tempe pastinya mereka gak bisa merasakan kenikmatan makan karena kondisi demikian dianggap belum makan. Well, gua pernah ada di semua posisi tersebut. Baik yang merasa tidak puas, maupun yang merasa nasi sayur tahu tempe adalah menu akhir bulan. Tapi kalo mau ditilik lagi, kebiasaan makan gua di rumah gak sekuli dan gak semewah saat gua ngekos. Saat di rumah, gua ngerasa porsi nasi ala model Victoria Secret itu mengenyangkan banget, dan apa yang dibilang sebagai perbaikan gizi saat pulang ke rumah itu jarang gua terapkan. Karena pada dasarnya gua lebih memilih makan hanya dengan tahu, tempe, dan sayur saat di rumah karena makan daging itu membosankan.
Balik lagi ke masalah menu nasi tahu tempe dianggap makanan rakyat jelata. Jadi nih, bagi mereka yang ngekos dan seringnya makan dengan menu demikian gak ayal dapet predikat si kere. Padahal, belum tentu yang menjadi alasan mereka yang makan hanya dengan lauk tahu atau tempe ini gak punya duit sebanyak yang makan daging. Malah mungkin duit yang makan tempe lebih banyak daripada yang makan ayam goreng. Who knows. Sama halnya dengan pengalaman pribadi yang gua alami sebagai kaum Pemakan Lauk Tahu Tempe Aja Udah Enak Banget, dikiranya lagi cekak padahal memang, sampe-sampe mau ditraktir tapi pake acara nolak.
Gua udah lama meninggalkan kesan/doktrin/stigma yang berkembang di masyarakat kalo makan daging itu enak dan mewah. Ya daging memang enak, tapi kalo gak dimakan setiap hari. Jadinya sekarang, gua mulai membiasakan makan dengan segala yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan demi kepentingan kesehatan. Boleh kalian cek deh, berhubung gua belom sempet riset tentang 'sehat mana, makanan yang bersumber dari hewan atau tumbuhan?'. Tapi sebagai praktisi pemakan makanan yang bersumber dari tumbuhan, gua merasa gaya hidup meatless (level kesekian yang masih jauh dari predikat vegan) rasanya lebih nyaman di badan.
Tantangan pertama udah gua lewati, yakni merasa puas dengan apa yang gua makan. Dan memang sebenernya makanan seperti nasi, sayuran, tahu, tempe itu memang enak adanya. Sama aja rasanya seperti halnya gua makan nasi dan daging, enak di mulut penuh di perut dan bikin kenyang. Tantangan kedua adalah, gua belom sepenuhnya percaya diri dan cuek kalo-kalo dianggap sebagai rakyat jelata. Walau memang aslinya gua udah jelata. Contohnya malem ini, di tempat makan yang rame, bisa dong lo bayangin bentuk tempat makan lamongan. Dapur, lele, ayam, kompor, minyak, wajan, piring, penjual dan pembeli semuanya ngumpul di satu tenda. Dan malam ini tempat makan itu gak sesepi biasanya. Bisa dibilang penuh, malah. Dan gua dateng mesen satu nasi, satu tempe dan tahu goreng dibungkus. Entah gua ngomongnya kurang jelas, dengan backsound suara minyak panas yang baru dicemplungin ayam persis di iklan minyak goreng Bimoli "cesssssssssssss" sang penjual nanya lagi "apa tadi pesennya?" gua jawab "satu tempe, satu tahu, dibungkus pake nasi" sang penjual nanya lagi "gak pake ayam?" dan gua jawab "gak" sambil menikmati tatapan iba dari pembeli lain yang makan ayam goreng atau bebek goreng. Mungkin aneh buat dia, anak kosan seoke gue cuman makan tahu sama tempe doang. Begonya gue, hari gini mau makan aja mikir apa kata orang. Kan, kalo makan yang penting senang.
Pandangan masyarakat dan teman-teman atau bahkan yang jualan gak jarang yang miring kalo liat orang makan nasi lauk tempe atau tahu doang. Pastinya, langsung tertuju sama isi dompet. Mungkin si penjual takut yang makan lauk tempe atau tahu doang gak mampu bayar, mungkin. Buat gua pribadi, gak jadi masalah dianggap gak mampu. Menyenangkan malah, gak perlu jadi pusat perhatian, gak ada yang mau ngerampok, emang gak ada yang bisa di rampok juga sih. Tetapi entah apa ini budaya atau apa dan darimana asalnya, masyarakat Indonesia sangat mengelu-elukan mereka yang berduit, dan menomor sekian ratuskan, even cenderung meremehkan mereka yang gak begitu berduit. Dan ajang pamer harta ini salah satunya bisa dipraktekan lewat makanan.
Just be wise, people. Jangan bikin makanan yang rasanya enak menjadi salah satu faktor untuk mengkriteriakan status sosial sesorang di masyarakat. Makin berumur, makin kesini gua makin sadar. Walau belum sempet menghasilkan uang dari keringat sendiri, cobalah untuk menghargai apa yang ada di depan mata. Gua cuman inget apa kata Ayah gua setiap ngeliat tingkah anak-anaknya yang mulai gak terkendali untuk urusan perut, entah itu mengeluh dengan makanan seadanya atau sengaja nyisain makanan di piring karena nafsu doang eh ternyata kekenyangan "cobalah belajar prihatin" pesannya. Maksudnya adalah supaya lebih sederhana dengan gaya hidup, supaya gak terbiasa pora-pora karena royalitas gak dilihat dari cara kita menghambur-hamburkan uang melalui kemewahan, melainkan melalui kedermawanan, keihklasan, dan gak pamrih. Harus gua bilang, hidup dengan belajar prihatin ini seutuhnya bikin gua lebih positif. Thanks Dad.
Adalah judul novel yang direkomendasikan Citra (teman kosan) untuk gua baca. Marriagable merupakan novel fiksi favoritenya. Dari cara ceritanya Citra beneran tergila-gila sama itu novel, berapi-api dan penuh emosi. Jadi gak salah kalo gua ikutan penasaran sama buku tersebut dan mulai ikutan baca.
Perlu diketahui sebelumnya kalo genre yang gua suka dalam membaca novel fiksi itu yang ada label Chicklit nya dan yang nulis adalah non Indonesia. Entah kenapa gua ngerasa tertarik aja membaca buku karangan orang luar, walau ceritanya termasuk simple dan pasaran, yakni menceritakan kehidupan seorang perempuan (ada juga yang mengsiahkan laki-laki) yang lagi mengejar karir dan cinta. Basi ya, tetapi jadi suatu hiburan tersendiri saat membayangkan apa yang terjadi di dalam novel dengan latar luar negeri alias negara lain. Disamping gua memang kepengen berat ke New York, London, Roma etc. Dan kebetulan memang novel fiksi buatan orang luar ini biasanya bersetting di tiga kota yang gua sebut barusan.
Karena sangking terbiasa membaca fiksi buatan orang luar tapi saduran atau erjemahan Indonesia. Entah kenapa selalu ada yang gua rasa beda kalo membaca novel ringan karya anak bangsa. Ya, gua paham. Kalo menulis bukanlah hal yang mudah. Membuat sebuah karya dalam bentuk tulisan, novel, itu gak sesimple update status atau menulis diary. Dengan gak bermaksud merendahkan hasil karya anak bangsa, namun selera gua tetep kepada novel fiksi karya penulis luar.
Well, Marriagable. Sebenernya punya tema yang menarik. Jadi dalam novel ini diceritakan seorang perempuan lajang umur 30an dengan karir menjulang, tipikal anak muda metropolitan yang gemar kongkow-kongkow di cafetaria bareng teman-teman, mengahabiskan uang untuk satu cngkir kopi atau segelas beer sambil ngerokok dan ngomongin hal yang dulu dianggap tabu. Sebagai produk masa kini, si tokoh utama ini merasa kalo yang namanya perjodohan adalah sesuatu yang enggak banget untuk dilakuin di era facebook dan twitter. Tapi masalahnya, dia gak juga dapet-dapet jodoh dan stay virgin sementara orangtua nya menuntut sebalikanya. Walhasil, si tokoh utama ini dijodohin dengan seorang laki-laki yang merupakan anak dari seorang ibu yang mana ibunya ini adalah teman dari ibunya si tokoh utama.
Dengan perasaan menolak perjodohan. Gengsi jinak-jinak merpari ala-ala perempuan. Jual mahal malu-malu tapi mau. Si tokoh utama akhirnya nikah juga sama laki-laki yang dijodhin tadi, tanpa proses babibu yang panjang, dimana pernikahan juga bukan ending dari novel ini. Jadi yang berusaha diceritakan oleh penulisnya dalam novel Marriagable adalah, proses si tokoh utama menyadari kalo sebenernya dia udah sejak awal cinta sama si lelaki yang berusah dia tolak ini.
Tapi buat gua yang bikin ganggu adalah, bagian dimana si tokoh utama ini menggantungkan segala keputusan hidupnya lewat omongan teman-temannya. Singkatnya, dikit-dikit curhat macem anak baru gede. Padahal gua berharap banget kalo dalam novel ini perasaan si tokoh utama bener-bener di eksplor. Jadi gak bentar-bentar curhat ke temen, misalnya, part dimana dia nolak mati-matian dijodohin dengan segala emosinya dia curhat ke temen-temennya di aharus gimana ngadepinnya. Jelas dengan bijak temen-temennya bakal bilang "tolak dan kabur" atau "coba dulu, siapa tau cocok". Nah, tanpa penggambaran yang jelas cuman diceritain si cewek ibukota ini nolak tapi akhirnya mau aja dinikahin sama itu laki.
Kalo gua sih berharapnya, disamping adegan dia curhat butuh saran itu, sebaiknya ada part yang menceritakan isi hati yang jujur dari tokoh utama ini. Istilahnya, me time. Dimana si tokoh utama ini bengong sendirian sambil mikir, apa yang sebenernya dia rasain terhadap laki-laki yang terpakasa dijodohin sama dia. Kalo memang gak sreg, seenggaknya dia pasti nolak. Kalo memang sreg, ya pastinya dia mau dong dinikahin. Nah kalo di novel ini, si tokoh utama gengsi berat kali ya dinikahin sama laki-laki hasil perjodohan, tapi akhirnya dia mau dinikahin, jadi apa tuh? Yang gua pengen tau itu, natural habinya cewek. Mau sepinter apapun, setinggi apapun jabatannya, semodern apapun hidupnya, cewek kalo udah jatuh cinta bentuknya pasti sama: bego.
Sayangnya dalam novel ini gua gak lihat sisi bego alamiahnya si tokoh utama. Melainkan bego secara harfiah karena sedikit-sedikit curhat ala ABG tadi. Padahal menarik, seorang perempuan modern, pintar, cantik, dan modis ternyata masih single. Karena tuntutan orangtuanya untuk segera menikah maka akhirnya dia dijodohin dengan seorang laki-laki. Awalnya perempuan ini menolak mati-matian karena merasa terhina sebagai cewek super modern tapi mau nikah aja dijodohin. Jadi wajar kalo perempuan ini gengsi berat dan jual mahal. Layaknya cerita novel romantis, yang laki-laki pasti gak tinggal diam melainkan melakukan manuver-manuver atau usaha-usaha tertentu yang bikin iri siapa aja yang baca. Pastinya ngegemesin banget deh, di balik sikap jual mahal si cewek ternyata diem-diem dia luluh juga sama seranan gerilya ala cowok ini. Gitu, jadi maunya gua tokoh utama dalam novel Marriagable ini dibikin lebih natural dan girly aja sih dengan memasukan part-part contemplating or me time nya dia. Jadi semuanya gak terjadi dengan tiba-tiba. Awalnya nolak tapi tiba-tiba kawin. What the hell is going on... But over all, such an interesting book. Walaupun gak sesuai ekspektasi dan gak seseru seperti yang diceritain Citra.
Sebenarnya sudah sejak kemaren-kemaren, gua pengen banget nulis sedikit tentang kehidupan pertemanan gue. Hal yang unik adalah, gua gak pernah punya geng-gong*. Tapi, gua bukan antisosial person, bahkan teman gua cenderung bisa dibilang gak sedikit. Makasih banget ya Tuhan.
Yang menarik adalah, paling susah kalo gua bikin acara kumpul-kumpul. Misalnya pengen ngerayain hari ulang tahun dengan makan-makan bareng, maunya sih kecil-kecilan aja biar suasananya intim dan kekeluargaan. Tapi pas mulai mau nyebar undangan, entar baru nyusul deh pikiran "si ini kenal sama si itu gak ya?" "lha, kan si ini, ini, ini, sama itu kagak kenal. terus entar acara gua basi dong pada diem-dieman". Alhasil, gua gak pernah ngadain acara traktiran. Disamping emang gua pelit juga kali ya. Acara makan barengnya diganti jadi dating with my girl/boy, yang biasanya cuman berduaan. Hari ini sama si ini. Besok sama si itu. Besoknya sama si itnu*.
Well, gak punya geng-gong saat lagi di lingkungan sekolah atau kuliah emang ada aja gak enaknya. Alasan paling pertama dan utama adalah, lo gak punya rombongan huru-hara buat keroyokan. Misalnya, buat ngelabrak atau ngedamprat musuh lo. Kedua, lo gak punya temen arisan. Ketiga, kurang efektif kalo ada kebutuhan menggalang masa demi kepentingan nyewa mobil, yang mana motonya makin rame makin murah. Dan sebagainya dan sebagainya sederet alasan konyol lainnya.
Ah, but that's not a big deal. I'm still life, happy, cheer, and fun. Sesuatu yang harus sangat disyukuri karena hubungan perteman gua dan teman-teman gua sekarang bukanlah sesuatu yang ecek-ecek dan sesaat. Mungkin memang, gua gak punya geng-gong. Tapi gua punya banyak teman yang akrab, dekat, dan melekat kayak sahabat.
Kadang-kadang gua ngerasa banget banget kesepian. But actually I'm not. I ain't really all alone. Selalu ada yang namanya teman untuk suasana dan kondisi apapun. Tapi emang dasar gue yang somse*, introvert, dan penyendiri. Judulnya sih gua cari-cari masalah biar sedih gitu kali ya. Astaga, hina banget ternyata gue selama ini yang sok-sok ngerasa kesepian.
I have learned! Bukan orang-orang yang jahat. Bukan gua yang gak punya teman. Tapi diri gua sendiri yang cari gara-gara. Istilahnya kalo kata tukang gorengan diujung gang "pas ada dicuekin, pas gak ada lo gigit jari". Jadi mulai sekarang, gak hanya mengingat kan diri gue sendiri, tapi buat siapapun diluar sana yang belum sadar ternyata banyak yang sayang sama kita, tolong dijaga hubungan persahabatannya sama teman-teman, mereka yang baik walau pun gak berasal dari geng-gong-geng-gong-an.
Words For Fun:
*geng-gong: adalah sebutan dari gua buat mereka yang berkelompok. biasanya kalo kemana-mana berbondong-bondong kayak orang ngejar sale/diskon sepatu crocs. Biasanya kelompok ini juga punya nama sebagai identitas dan yang membedakan dengan kelompok lain. Misalnya, contoh yang paling standar: Empat Cewek Manis Doyan Rujak Buah (walau terkadang gak semua isinya cewek, kadang-kadang ada nyelip satu yang batangan) yang sangking panjanganya nama gengnya nanti disingkat sama orang-orang jadi Geng Rujak, demi efektifitas. Geng-gong gak selalu identik dengan cewek-cewek, cowok-cowok juga pada gak mau kalah pake geng-gong-geng-gongan dan namain kelompok mereka. Misalnya: Pria-pria Doyan Fitness, nah kalo ini kemungkinan besar anggota gengnya ketemu di tempat gym.
*itnu: gabungan dari kata ini dan itu. sedangkan itni adalah gabungan dari kata itu dan ini.
*somse: ini singkatan udah lawas banget tapi masih happening banget kalo dipake hari gini. Somse bisa dateng dari gabungan kata sombong sekali, sombong sekian, sombong sekitar, atau sombong dan seksi.