Thursday, March 7, 2013

Pencuri Melati

Berawal dari prinsip bahwa sebuah bentuk undangan pernikahan harus wajib berbentuk fisik, yakni undangan pada umumnya, jadilah gua seorang yang jarang alias malas hadir ke sebuah pesta pernikahan yang undangannya berbentuk sms atau broadcast message atau wara-wara di facebook atau social media lainnya. Entah apa bedanya, pokoknya males. Karena merasa gak ada penghormatan dan kewajiban untuk hadir. Kuno sih kalau mengingat hari gini, social media sudah meraja dan menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Kayak gua bukan anak socmed aja. Tapi kan itu hanya sekadar prinsip, lagian prinsip tersebut gak berlaku kalau gua jadi plus one alias nemenin atau jadi gandengan atau diminta jadi pasangan orang yang mau dateng ke kondangan, dan apabila yang mewarakan undangan tersebut adalah teman dekat sendiri. Gak ajeg memang prinsipnya. Tapi ya mau gimana lagi. 

Dengan kondisi yang demikian tersebut telah saya paparkan, jadilah pada tanggal 3 Maret 2013 gua hadir ke undangan pernikahan seorang teman yang bernama Suci Putri Tanjungsari, yang gua kenal dari teman yang gua kenal terlebih dahulu sebut saja Atul, jadi statusnya gak deket-deket banget bisa jadi baru kenal, tapi gua hadir dalam prosesi ijab kabul sekaligur resepsi. Sementara pada hari dan tanggal yang sama, dan waktu yang mungkin juga sama, teman gua yang namanya Okky Krisna Rahman juga menikah. Tapi gua gak hadir, karena yang bersangkutan mewarakan via broadcast message dari whatsapp dan gua taunya telat. Sementara undangan Uci datenganya lebih dulu dan berbentuk fisik, dikirimkan atas nama gua sendiri. Jadilah, dengan gak tergopoh-gopoh gua bela-belain dateng ngeng ngeng ke Majalengka. Dari Jatinangor. Perjuangan. 

Perjuangan ini ditambah ada semacam keribetan dari salah satu personil keberangkatan rombongan Jatinangor yang bikin rencana perjalanan agak jadi ehem. Berantakan. But finally, apapun kondisinya rombongan pun tiba dan hadir dalam acara pernikahan Suci Putri Tanjungsari. Anyway, happy wedding ya Uci. Dan denger-denger hari ini pasangan Uci-Rian sudah tiba di Tanah Lot Bali untuk melaksanakan ibadah honeymoon. Kalo ada undangannya mungkin gua juga bakal hadir di acara honeymoon tersebut.

Mari kesampingkan masalah udangan, keberangkatan, dan honeymoon. Sesuai judul, saat dipernikahan Uci, gua bergerak sebagai pencuri melati. Walau gak mencuri-curi banget layaknya pencuri. Ini cuman memanfaatkan kondisi kesempatan dalam kehiruk-pikukan pernikahan. Enatah apa yang mendorong, tapi kayaknya gak ada salahnya sekali-kali dengan motifasi lucu-lucuan gua mencuri melati si pengantin perempuan. Sekali lagi, gak mencuri-curi banget sih, karena sebenarnya melati yang gua ambil memang udah niat dibuang oleh sang pengantin dan juru riasnya, untuk diganti dengan rangakain melati yang baru dan sepadan dengan kostum pernikahan si pengantin cewek. Lumayan. 


Bersama Melati curian dan Fitratul Hasanah


Kenapa harus mencuri melati? Soalnya beredar kabar yang berbentuk mitos bahwa, dengan mencuri melati pengantin cewek niscaya sang pencuri bakal cepet nyusul ke pelaminan. Aamiin. Idih, jadi serius. Sebenarnya, sang pencuri gak punya niat pengen cepet nyusul juga sih. Mengingat kondisi yang masih single, jadi kalaupun buru-buru mau menyusul, nyusulnya sama siapa? Itu pertanyaan besarnya. Sementara pertanyaan perihal mitos ini bener atau gak, ya namanya juga mitos. Kita lihat aja nanti ya, gua beneran bakal jadi pengantin atau gak dalam waktu dekat. Cie cie..

Ngomong-ngomong soal pernikahan. Jujur dari hati yang paling dalam, gua belom mau nikah kok. Melihat sekian gelintir pasangan dari kalangan temen-temen yang sudah menikah pun, gua gak kepengen. Santai sih, tapi dominannya lebih ke takut. Kata orang menikah itu enak. Tapi buat gua itu serem. Mungkin serem-serem enak. Atau enak-enak serem? Tapi gak mau sombong juga, kalo ada yang ngajak nikah, dengan syarat dan ketetuan yang berlaku, gua pasti iyain. Tuh kan, gak ajeg lagi.

Pokonya selamat menempuh hidup baru ya Suci Putri Tanjungsari dan pasangannya Rian Suherman. Semoga melatinya membawa berkah. Tapi sementara ini, melatinya baru jadi hiasan aja dikamar. Harumnya semerbak, lumayan jadi parfum ruangan. Tapi ternyata bunga asli ada masa kadaluarsanya. Karena sekarang melatinya udah layu, kering, dan warnanya berubah menjadi coklat. Ditamabah komentar dari seorang teman untuk membuang melati kenang-kenangan dari Makalengka tersebut. Amh... Buang gak ya? Gak masalah sih dibuang, asal ada gantinya yang berbentuk manusia dan siap memelatikan aku. Apasih. Hah?!

Sekian cerita dari Majalengka. Kecup.

 
Masih dengan Fitratul Hasanah dan Melati Curian




No comments: